iklan

Di Daerah ini Mayat Bisa Berjalan Sendiri-Bahkan Diperlakukan Layaknya Manusia Hidup

ADSENSE Link Ads 200 x 90
ADSENSE 336 x 280
  

Pernahkah terpikirkan di benak kalian jika suatu ketika anggota keluarga atau teman maupun kerabat kamu yang telah meninggal tiba - tiba ada di hadapan kamu, dengan bentuk fisik yang utuh lengkap dengan pakaian?

Pasti kamu akan merasa merinding seandainya itu betul - betul terjadi, karena mungkin kamu tidak pernah membayangkan sebelumnya. karena apa yang kamu yakini bahwa setiap orang yang telah meninggal mereka akan berada di alam yang berbeda dan tubuhnya hancur berubah menjadi tanah.


Namun percaya atau tidak ada sebuah daerah di Indonesia, tepatnya di provinsi Sulawesi Selatan, di pegunungan balla, kecamatan Boruppu, Tana Toraja, atau orang lebih mengenalnya dengan Tana Toraja.

Di sini terdapat sebuah ritual dimana mayat yang telah disemayamkan "dihidupkan kembali" maksudnya mereka di ambil dari persemayamannya kemudian mereka diperlakukan seperti halnya manusia yang masih hidup. Di bersihkan dari kotoran yang menempel dan di ganti pakaian yang lama dengan yang baru. Prosesi ini disebut dengan Tradisi Manene

Hal ini dilakukan sebagai wujud penghormatan pada leluhur mereka, mempererat tali persaudaraan dan juga sebagai ungkapan rasa syukur atas hasil panen mereka. untuk itulah tradisi ini di gelar pada bulan Agustus satu tahun sekali.

Ada sebuah cerita tentang bagaimana tradisi ma'nene ini bisa lahir dan di pertahankan secara turun temurun sejak ratusan tahun yang lalu hiingga sekarang.

cerita ini dimulai dari seorang bernama Pong Rumasek, dia adalah seorang pemburu binatang. ketika itu ia sedang berburu hingga masuk ke pegunungan Balla. Di tengah perjalanannya dia menemukan seorang mayat yang mati mengenaskan tergeletak di tengah jalan tubuhnya bahkan hanya tersisa tulang belulang.

karena merasa tidak tega akhirnya Pong Rumasek membungkusnya dengan pakaian yang dia kenakan, lalu ia mencarikan tempat yang aman kemudian melanjutkan perburuannya.

semenjak kejadian itu Pong Rumasek lebih mudah mendapatkan hewan buruan, serta buah - buahan. Bahkan kejadian aneh lainnya ia alami ketika ia pulang kerumah tanaman di ladangnya panen lebih awal dari biasanya

Bahkan Pong sering menjumpai arwah dari mayat yang pernah dirawatnya di hutan dan arwah tersebut ikut menggiring hewan buruannya agar mudah ditangkap.

Sejak saat itu ia beranggapan bahwa mereka harus menghormati orang yanng telah mati dengan merawat mayat - mayat dari sanak saudara mereka. Hal ini dilakukan secara turun temurun hingga ratusan tahun, bahkan hingga sekarang tradisi ini masih dipertahankan.

MAYAT YANG BERJALAN

Jika kalian pecinta film horor terutama film - film ZOmbie / mayat berjalan mungkin kalian tidak asing dengan sebuah serial TV di Amerika yang berjudul  The Walking Dead (Mayat Berjalan). Dalam Film itu manusia yang telah mati berubah menjadi Mayat Berjalan dan memakan manusia yang lain. namun itu hanyalah sebuah cerita film.

Di indonesia tepatnya di Tana Toraja Mayat - mayat berjalan ini benar- benar ada, para mayat yang berjalan menuju rumahnya. dan cerita ini pernah disaksikan langsung oleh seorang warga bernama Ardiansyah (28), warga asli Tanah Toraja. Dia mengaku bahwa dia pernah melihat dengan matanya sendiri, ada mayat yang bisa berjalan sendiri.

Lalu dia bercerita “Kejadiannya sekitar tahun 1992. Waktu itu saya baru kelas 3 SD. Pada saat itu di desa saya ada seorang bernama Pongbarrak yang ibunya meninggal. Seperti adat orang Toraja, sang mayat tidak langsung dikuburkan tetapi masih harus melalui prosesi adat rambu solo atau penguburan,” jelas Ardiansyah.

Setelah mayat dimandikan, lanjut Ardiansyah, mayat itu kemudian diletakkan di tempat tidur dalam sebuah kamar khusus sebelum dimasukkan ke peti jenasah. Pada malam ketiga, seluruh keluarga berkumpul untuk membicarakan bagaimana prosesi pemakaman yang akan dilaksanakan nanti.

“Saat itu saya duduk di teras rumah, tiba-tiba ada kegaduhan dalam rumah. Semua ibu-ibu berteriak. Karena penasaran, saya berusaha melongok ke dalam rumah. Dan astaga, mayat ibu Pngbarrak berjalan keluar dari kamar,” kenang Ardiansyah.

Pada waktu itu ia dan temannya ketakutan kemudian lari menuju menuruni tangga sambil berteriak histeris. itu untuk pertama kalinya ia melihat mayat yang bisa berjalan sendiri.

setelah kejadian semalam kemudian Ardiansyah mendapatkan informasi bahwa Pongbarrak (anak dari mayat tadi) sengaja melakukan ritual menghidupkan mayat pada malam itu, yang ia sebut sebagai bentuk penghormatan pada ibunya yang telah meninggal.

namun ia tidak bermaksuduntuk memindahkan ibunya kepemakaman dengan membuatnya berjalan, ia hanya inginmempraktekan ilmu yangtelah didapatnya tersebut

Pada zaman sekarang, Ardiansyah mengatakan bahwa hal semacam itu nyaris tidak pernah terjadi, kecuali orang-orang Toraja yang berada di pedalaman. “Generasi muda seperti saya, malah tidak tahu soal itu. Yang kami tahu, kalau orang mati itu akan diletakkan di kuburan batu. Mereka bisa awet hingga bertahun-tahun,” jelas Ardiansyah yang mengaku pernah memakamkan keluarganya di kuburan batu.

Cuma, yang dibingungi Ardiansyah, adalah mayat berjalan. Menurutnya tradisi itu bukan sembarangan dilakukan oleh orang Tanah Toraja. Mereka yang bisa melakukan itu sebelumnya memiliki ilmu tertentu yang diturunkan dari guru-gurunya atau sesepuh adat.

“Itu ilmu kuno. Di jaman sekarang tak banyak orang bisa melakukan itu,” kata Ardiansyah.

Ardiansyah menambahkan, dia dulunya juga pernah diajari kakeknya. Tapi karena membangkitkan mayat dirasa ngeri, maka dia urung mempelajari ilmu tersebut.

Biasanya, orang yang memiliki ilmu membangkitkan orang mati, mereka awalnya mempraktekkan pada binatang seperti ayam atau kerbau yang diadu dalam keadaan leher terputus.

“Binatang seperti kerbau yang sudah dipotong kepalanya dan dikuliti habis pun, jika diberi mantera-mantera atau ilmu gaib Tanah Toraja, mereka masih bisa dibuat berdiri dan berlari kencang, mengamuk ke sana sini,” kutip Ardiansyah yang mengaku bangga dengan adat leluhurnya.

Meski begitu, tradisi Tanah Toraja menjalankan mayat dari rante (tempat persemayaman) ke patane, diakui Ardiansyah, hanya bisa dilakukan oleh masyarakat Toraja. Mayat-mayat tersebut dapat berjalan karena doa-doa yang dipanjatkan ke leluhur dan arwah almarhum.

Sayang, ritual ini perlahan mulai ditinggalkan. Sebab masyarakat Toraja telah banyak yang memeluk agama samawi. “Ritual Ma’nene sebenarnya tidak hilang, cuma jarang dipakai saja. Tapi bila mau masuk ke pelosok desa, ritual mayat berjalan masih tetap dijalankan. Sebab warga Toraja masih percaya dengan hal-hal mistik dan karena mereka ingin menjaga kekhasan budaya leluhur agar tidak hilang.

AWAL MULA CERITA MAYAT BERJALAN


Cerita mengenai mayat berjalan banyak versinya. Versi yang pertama menyebutkan, dulu, ratusan tahun sebelumnya pernah terjadi perang saudara di Tana Toraja. Perang itu melibatkan orang-orang Toraja Barat dan Toraja Timur.

Dalam peperangan tersebut, Toraja Barat kalah telak. Sebagian besar tewas. Tetapi pada saat akan pulang kampung, seluruh mayat Toraja Barat bangkit dari kematin. Dan, berjalan. Sedang orang Toraja Timur, walaupun hanya sedikit yang tewas, mereka tetap menggotong mayat saudara mereka yang mati. Perang itu dianggap seri.

Sementara versi kedua, mayat berjalan kaku dan agak tersentak-sentak itu sebenarnya sudah mengakar dari kehidupan masa lalu. Dulu, orang-orang Toraja biasa menjelajah daerah-daerah yang bergunung-gunung. Di sana banyak ceruk. Dan kemana-mana mereka hanya dengan berjalan kaki.

“Dari zaman purba sampai sekarang tetap begitu. Mereka tidak mengenal pedati, delman, gerobak atau semacamnya. Dalam perjalanan itu, banyak dari mereka yang jatuh sakit dan mati,” cerita warga setempat.

Nah, supaya mayat tidak sampai ditinggal di daerah yang tidak dikenal (orang Toraja sangat menghormati roh orang mati), maka dengan satu ilmu gaib (semacam hipnotis), mayat-mayat itu kemudian dapat berjalan pulang. Cara demikian dilakukan supaya mayat tidak menyusahkan manusia lain. Sebab akan sangat tidak mungkin menggotong terus-menerus jenazah sepanjang perjalanan yang makan waktu berhari-hari. Mayat berjalan itu baru berhenti bila ia sudah meletakkan badannya di dalam rumahnya sendiri.

Kendati demikian masih ada satu pantangan, yakni mayat yang berjalan tidak boleh disentuh. Kalau disentuh, hipnotisnya hilang.

Pada keturunan selanjutnya, orang-orang Toraja sering menguburkan mayatnya dengan cara mayat tersebut berjalan sendiri ke liang kuburnya. Begitu pula saat mereka ingin pulang atau dikangeni keluarganya. Di rumah, memang telah disediakan satu tempat khusus untuk mayat-mayat tersebut. Bila mereka (mayat) pulang, mereka bisa menghuni rumah itu. Setiba di rumah mereka akan tidur lagi. Tapi jika mau kembali ke rumah sebelumnya, yakni patane, mereka akan berjalan lagi.

ADSENSE 336 x 280 dan ADSENSE Link Ads 200 x 90

0 Response to "Di Daerah ini Mayat Bisa Berjalan Sendiri-Bahkan Diperlakukan Layaknya Manusia Hidup"

Posting Komentar